Beberapa malam lalu, gua lihat WA Story temen gua yang lagi ngeluh. Hal yang dia keluhkan saat itu adalah yang dulu pernah gua keluhkan juga, sebenernya sampai sekarang juga masih gua keluhkan si walaupun rasa pengen ngeluhnya gak sebesar dulu. Apaan si gua ribet banget nulis ya. Ya intinya, gua bisa sedikit paham tentang keluhan dia, karena gua juga pernah merasakan itu.
Setelah membaca semua keluhannya, gua reply-lah WA Story dia. Ternyata setelah itu terjadi perbincangan panjang di ruang obrolan kami. Kami saling cerita keresahan kami. Kami saling berbagi keluhan. Kami saling menceritakan ketakutan kami. Resah, keluh, dan takut yang kami rasakan ternyata sama. Akhirnya makin panjanglah chat kami malam itu. Kemudian teman gua bercerita tentang hal yang saat itu membuat takut, resah, dan keluhnya muncul.
Terus terang kalau ada orang cerita apa lagi bukan tatap muka, gua kerap bingung meresponnya. Kadang gua mau merespon tapi gua takut salah ngomong atau salah ketik yang akhirnya bikin suasana hati dia tambah gak karuan. Kadang juga cerita orang itu bikin gua kaget, gak nyangka, sampe gua bingung harus ngomong apa. Kalau cerita dengan tatap muka kan, walaupun gak merespon dengan kalimat tapi dengan kita benar-benar dengarkan cerita dia, orang itu bisa lihat raut wajah kita kan, dia bisa rasakan bahwa dia benar-benar sedang didengarkan. Lagi pula, keseringan orang kan cerita bukan mau minta saran, cuma butuh didengarkan. Tapi kalau cerita lewat chat atau telfon? Walaupun cuma butuh disimak, tapi rasanya perlu ada respon supaya menunjukkan bahwa kita benar-benar menyimak cerita dia. Pembuktian bahwa kita benar-benar menyimak cerita dia itu kan yaa lewat kata-kata, atau paling tidak emoticon atau stiker. Dia gak bisa lihat tampang kita. Lain halnya kalau ceritanya lewat video call. Kita bisa lihat tampang teman bicara. Ya itu semua menurut gua si, mungkin orang lain mah gak gini kalo ada urusan cerita-ceritaan.
Tapi malam itu akhirnya gua ketik beberapa kata yang gua usahakan supaya tidak menambah kekusutan dan kekalutan di pikiran dan hatinya. Untungnya malam itu, melalui balasan dia selanjutnya, cukup terlihat bahwa gua gak salah respon. Haha udah takut aja tuh gua kalau dia tambah kesel. Setelah itu obrolan kami meluas ke beberapa hal, kami jadi ngomongin a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, q, r, s, t, u, w, lah v-nya mana? Ini ngobrol apa belajar mengenal huruf.
Kami ngobrol, saling berbalas pesan, saling kirim emot, saling tukar informasi sampai akhirnya chat kami selesai begitu saja karena satu pihak tidak membalas lagi.
Terus gua bengong
Terus gua kepikiran...
"Kok bisa ya gua ngobrol sepanjang ini sama dia?"
Mana kalau dipikir-pikir itu kan dia curhat.
Padahal
Beberapa waktu lalu...
Gak beberapa sih, udah lama
Gua
Pernah
Kesel
Banget
Sama
Dia
Gak bohong. Gua pernah kesel sampe rasanya benci gitu sama dia. Sepertinya dia merasa kalau gua kesel sama dia dan kayaknya dia juga rada kesel ke gua. Ada masanya kita gak saling sapa saat jumpa. Gak saling cerita. Gak saling tanya walau sedang ingin tahu tentang apa-apa. Gak ada kata saling, kecuali saling kesal dan gak suka haha.
Gua mikir lagi...
"Kok bisa ya?"
Seingat gua, setelah itu pun kami tidak saling berbicara atau mengomunikasikan hal itu. Tidak ada penjelasan-penjelasan atau alasan-alasan yang dilisankan atau dituliskan hingga akhirnya kami saling memaafkan. Dibiarin aja gitu. Kalau ada urusan bareng ya diurus bareng kalau gak ada yaudah.
Gua mikir lagi...
"Kok bisa ya?"
Apa ini yang dinamakan memaafkan? Kita dikatakan sudah memaafkan bukan sekadar ketika kata "maaf" itu kita lisankan atau kita tuliskan. Kita dikatakan memaafkan bukan ketika kita terlihat berjabat tangan atau berpelukan. Kita dikatakan sudah memaafkan ketika sudah tidak ada lagi kekesalan di hati dan pikiran. Ya gua gak tahu si, tapi yang baru gua sadari ya mungkin kesal gua bisa hilang karena dia gak menyita pikiran gua. Pikiran gua tersita untuk hal yang lain. Atau mungkin juga tanpa gua sadari kekesalan gua tenggelam oleh memori tentang kebaikan dia ke gua(?)
Atau kita dikatakan memaafkan ketika kita sudah melupakan? Ya tapi ini kenyataanya gua gak lupa kalo gua pernah kesel sama dia😂 Lagi pula orang-orang bilang: "Memaafkan belum tentu melupakan" ya gak tahu juga ini benar atau ngga.
Atau kita dikatakan sudah memaafkan ketika kita sudah mengikhlaskan? Mengikhlaskan segala kejadian yang terlanjur membuat kita tidak nyaman. Apa iya gua sudah mengikhlaskan hingga akhirnya gua dan dia bisa kembali berteman?
Entahlah.
Eh tapi
Ikhlas itu apa sih?
Ikhlas itu gimana sih?
Setelah membaca semua keluhannya, gua reply-lah WA Story dia. Ternyata setelah itu terjadi perbincangan panjang di ruang obrolan kami. Kami saling cerita keresahan kami. Kami saling berbagi keluhan. Kami saling menceritakan ketakutan kami. Resah, keluh, dan takut yang kami rasakan ternyata sama. Akhirnya makin panjanglah chat kami malam itu. Kemudian teman gua bercerita tentang hal yang saat itu membuat takut, resah, dan keluhnya muncul.
Terus terang kalau ada orang cerita apa lagi bukan tatap muka, gua kerap bingung meresponnya. Kadang gua mau merespon tapi gua takut salah ngomong atau salah ketik yang akhirnya bikin suasana hati dia tambah gak karuan. Kadang juga cerita orang itu bikin gua kaget, gak nyangka, sampe gua bingung harus ngomong apa. Kalau cerita dengan tatap muka kan, walaupun gak merespon dengan kalimat tapi dengan kita benar-benar dengarkan cerita dia, orang itu bisa lihat raut wajah kita kan, dia bisa rasakan bahwa dia benar-benar sedang didengarkan. Lagi pula, keseringan orang kan cerita bukan mau minta saran, cuma butuh didengarkan. Tapi kalau cerita lewat chat atau telfon? Walaupun cuma butuh disimak, tapi rasanya perlu ada respon supaya menunjukkan bahwa kita benar-benar menyimak cerita dia. Pembuktian bahwa kita benar-benar menyimak cerita dia itu kan yaa lewat kata-kata, atau paling tidak emoticon atau stiker. Dia gak bisa lihat tampang kita. Lain halnya kalau ceritanya lewat video call. Kita bisa lihat tampang teman bicara. Ya itu semua menurut gua si, mungkin orang lain mah gak gini kalo ada urusan cerita-ceritaan.
Tapi malam itu akhirnya gua ketik beberapa kata yang gua usahakan supaya tidak menambah kekusutan dan kekalutan di pikiran dan hatinya. Untungnya malam itu, melalui balasan dia selanjutnya, cukup terlihat bahwa gua gak salah respon. Haha udah takut aja tuh gua kalau dia tambah kesel. Setelah itu obrolan kami meluas ke beberapa hal, kami jadi ngomongin a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, q, r, s, t, u, w, lah v-nya mana? Ini ngobrol apa belajar mengenal huruf.
Kami ngobrol, saling berbalas pesan, saling kirim emot, saling tukar informasi sampai akhirnya chat kami selesai begitu saja karena satu pihak tidak membalas lagi.
Terus gua bengong
Terus gua kepikiran...
"Kok bisa ya gua ngobrol sepanjang ini sama dia?"
Mana kalau dipikir-pikir itu kan dia curhat.
Padahal
Beberapa waktu lalu...
Gak beberapa sih, udah lama
Gua
Pernah
Kesel
Banget
Sama
Dia
Gak bohong. Gua pernah kesel sampe rasanya benci gitu sama dia. Sepertinya dia merasa kalau gua kesel sama dia dan kayaknya dia juga rada kesel ke gua. Ada masanya kita gak saling sapa saat jumpa. Gak saling cerita. Gak saling tanya walau sedang ingin tahu tentang apa-apa. Gak ada kata saling, kecuali saling kesal dan gak suka haha.
Gua mikir lagi...
"Kok bisa ya?"
Seingat gua, setelah itu pun kami tidak saling berbicara atau mengomunikasikan hal itu. Tidak ada penjelasan-penjelasan atau alasan-alasan yang dilisankan atau dituliskan hingga akhirnya kami saling memaafkan. Dibiarin aja gitu. Kalau ada urusan bareng ya diurus bareng kalau gak ada yaudah.
Gua mikir lagi...
"Kok bisa ya?"
Apa ini yang dinamakan memaafkan? Kita dikatakan sudah memaafkan bukan sekadar ketika kata "maaf" itu kita lisankan atau kita tuliskan. Kita dikatakan memaafkan bukan ketika kita terlihat berjabat tangan atau berpelukan. Kita dikatakan sudah memaafkan ketika sudah tidak ada lagi kekesalan di hati dan pikiran. Ya gua gak tahu si, tapi yang baru gua sadari ya mungkin kesal gua bisa hilang karena dia gak menyita pikiran gua. Pikiran gua tersita untuk hal yang lain. Atau mungkin juga tanpa gua sadari kekesalan gua tenggelam oleh memori tentang kebaikan dia ke gua(?)
Atau kita dikatakan memaafkan ketika kita sudah melupakan? Ya tapi ini kenyataanya gua gak lupa kalo gua pernah kesel sama dia😂 Lagi pula orang-orang bilang: "Memaafkan belum tentu melupakan" ya gak tahu juga ini benar atau ngga.
Atau kita dikatakan sudah memaafkan ketika kita sudah mengikhlaskan? Mengikhlaskan segala kejadian yang terlanjur membuat kita tidak nyaman. Apa iya gua sudah mengikhlaskan hingga akhirnya gua dan dia bisa kembali berteman?
Entahlah.
Eh tapi
Ikhlas itu apa sih?
Ikhlas itu gimana sih?