Langsung ke konten utama

"Uang Kamu Lecek..."

Halo semuanya, Assalamualaikum ehehe..
Selamat Hari Raya Idul Adha yaa untuk kalian yang merayakan.

Ngomong-ngomong soal Idul Adha, biasanya di momen ini tuh banyak orang yang berkurban kambing, sapi, kerbau, atau onta. Hewan-hewan itu disembelih sesuai ketentuan dalam agama Islam lalu dagingnya dibagikan ke masyarakat sekitar.

Pernah baca di mana gitu Gua lupa, kalau berkurban ini semacam simbol kalau orang yang berkurban itu sedang berusaha "menyembelih" sifat kebinatangan yang ada dalam dirinya agar jadi manusia yang lebih baik lagi. Ada yang bilang juga kalau hewan yang dikurbankan itu bakal jadi 'kendaraan' dia buat sampe ke surga. Sekali lagi gua gatau itu beneran apa nggak, lagian di sini bukan mau ngomongin hikmah berkurban kok. Kalau mau dapet info seperti itu silakan baca buku-buku atau kitab-kitab yang sudah ditulis para ulama. Jangan baca blog bocah gajelas kayak gua gini.

Eh iya sedikit informasi aja nih, tulisan "kurban" itu pake "k" aja ya, jangan pake "q". Ya terserah Lu sih mau nulis kayak gimana juga, tapi kalau lu mau nulis sesuai KBBI, tulisnya "kurban" bukan "qurban". *Sok bener Lu Tiw ngingetin orang segala haha.

Di momen Idul Adha gini, biasanya agenda yang paling sering terjadi adalah "bakar-bakar" atau nyate. Ya lumayan jadi ajang kumpul-kumpul sama temen-temen/keluarga. Dagingnya gratis pula. Tapi gatau kenapa nih, di idul adha hari kedua ini belom ada giroh buat nyate-nyate. Dari tadi cuma tiduran, tidur, bengong, tiduran, tidur, bengong. Hmm

"Apaan dah Lu judul tulisannya Uang Lecek tapi kok ngomongin kurban?"

Sabar. Di sela-sela tiduran, tidur, bengong, tiduran, tidur, bengong gua tiba-tiba keinget momen yang berkaitan sama Idul Adha waktu gua masih SD.

Jadi biasanya kalau mau Idul Adha itu banyak sekolah yang memberlakukan infak (kalo di KBBI tulisannya "infak" bukan "infaq" haha. Info aja bukan mau ngatur-ngatur supaya lu nulis sesuai KBBI😉) yang kemudian uang kumpulan infak dari siswa itu dibelikan hewan buat kurban. Begitu pun sekolah Gua dulu. Beberapa guru yang jadi panitia, menagih infak ke para siswa.

Sebelumnya Gua mau kasih tau kalau orang tua Gua itu punya warung sembako gitu di rumah. Ya namanya uang dari warung ya, ada aja gitu yang kelipet-lipet, pada kusem, lecek sampe yang kadang mau robek:').

Nah karena Gua juga siswa di sekolah Gua, guru Gua pun menagih infak ke gua. Karena saat itu gua masih SD, ya gua nginfak uangnya dari ortu. Belom kerja Gua pas SD jadi masih minta. Gua dikasih uang buat infak itu pakai uang dari warung, yang mana uang itu banyak yang lecek, kusam, dsb. Waktu dikasih ortu sih Gua nggak mikirin tentang bentuk itu duit. Yang penting setelah dapet, gua kasih uang itu ke guru.

Tapi:), begitu Gua serahkan uang itu ke guru tanpa diduga-duga dan disangka-sangka, guru Gua bilang "Tiwi uangnya lecek, nanti kambing buat ke surganya yang jelek" :). Kaget gak Lu. Gua sih dulu kaget.

Beliau bicara seperti itu di depan kelas. Depan wajah Gue dan di hadapan banyak temen Gue:). Nggak tahu pada denger atau nggak, tapi harusnya denger. Karena suara dia gak pelan. Menohok sampai ke ulu hati. Mencabik-cabik perasaan. *lebay lu. Kemudian Gua sedih. Habis itu gak sedih lagi.

Serius, waktu itu bener-bener gak nyangka akan dapat kalimat seperti itu. Kaget. Juga malu.

Beliau sih ngomongnya sambil senyam-senyum. Mungkin maksudnya bercanda. Tapi Aku sedih duhai Guru:(.

Gua nulis ini bukan mau jelek-jelekin guru Gua. Dia baik, banyak kasih ilmu&pengalaman ke Gua. Tapi lebih baik lagi kalau dia gak pernah bilang gitu sih eheheh. Tapi serius Gua gak benci sama guru Gua itu. Sampai sekarang, di beberapa momen kami masih bertatap wajah dan bertegur sapa.

Selain nulis-nulis iseng, Gua juga nulis ini buat reminder ke diri sendiri supaya kalau nanti ada kesempatan menjadi guru Gua lebih berhati-hati dalam berucap. Karena kata-kata yang menyayat hati seperti itu bakal keinget sampai bertahun-tahun kemudian setelah kata-kata itu terucap.

Sudah ah, terima kasih sudah mau membaca tulisan macem gini😂. Sampai jumpa di tulisan-tulisan berikutnya😄😉.

Postingan populer dari blog ini

Masjid Agung Banten dan Pantai Poci

Hai-hai semuanya, di tulisan kali ini gue mau lanjutin tentang pengalaman liburan lebaran kemarin. Di tulisan sebelumnya gue udah tulis tentang pengalaman gue ke Cirebon mulai dari main di kali  sampai yang lihat   Burok . Jadi hari keempat lebaran gue, kakak gue, istrinya kakak gue, dan keponakan gue balik ke Tangerang. Dari Cirebon kami berangkat sekitar jam 10 pagi. Kalau pada saat berangkat kami lewat jalan tol, pas balik ini kami nyoba lewat jalur Pantura. Dan ternyata, perbandingannya lumayan jauh berbeda. Rasanya pas lewat pantura tuh kaya yang “kok ganyampe-nyampe rumah ya”. Tapi walaupun lebih jauh menurut hemat saya *ceilah bahasa lu wi, menurut gue Pantura masih lebih nyaman. Kenapa lebih nyaman? Karena di Pantura kalau kita pingin istirahat, makan, atau buang air kecil kita bisa menepi di tempat yang banyak tersedia. Berbeda kalau lewat tol, kalau pengin buang air kecil mau gak mau kita harus berhenti di rest area yang tersedia. Sedangkan di ruas tol 

Nonton Burok Kesenian Khas Cirebon

Hai-hai, seperti yang dijanjikan di tulisan sebelumnya, sekarang mau lanjut ke cerita soal Burok. Sebenenrnya saya sendiri juga kurang tahu burok itu apa karena yang pas ‘ikut mudik’ kemarin baru tuh lihat yang namanya burok. Jadi penjelasan mengenai buroknya saya tulis sesuai analisa saya saja ya. Mohon koreksinya kalau saya salah. Jadi  Burok itu kesenian khas Cirebon yang berbentuk boneka besar yang didalamnya terdapat orang untuk menggerakannya. Burok berarakan dengan diiringi musik atau lagu berbahasa sunda atau lagu-lagu dangdut. Gampangnya mirip Ondel-ondellah. Tahu kan Ondel-ondel  itu apa? Buat yang belum tahu, ondel-ondel itu kesenian Khas Jakarta yang semacam boneka yang berarakan sambil diiringi musik khas betawi. Untuk lebih lengkap mengenai ondel-ondel, silahkan googling sendiri yah. Meskipun sama-sama berarakan, banyak perbedaan yang terdapat antara Burok dengan Ondel-ondel. Perbedaan yang pertama terdapat pada bentuk. Jelas, beda daerah beda pula bentuknya. K